Profil KH Qosim Bukhori & PPRU 2


SEJARAH PONDOK PESANTREN RAUDLATUL ULUM 2

 A. Sejarah Awal dan Perkembangannya

       Pondok Pesantren Raudlatul Ulum II didirikan pada tahun  Peletakan batu pertama pembangunan pesantren ini dihadiri oleh para ulama dan beberapa unsur tokoh masyarakat. Dari para ulama antara lain adalah KH Yahya Syabrawi, KH Zainulloh Bukhori, KH Fudloli Bukhori, KH Abu Abbas Bukhori dan KH Ismail Bukhori. Sedangkan dari kalangan masyarakat hadir H Mahmuji, sebagai seorang waqif dari lahan pesantren yang akan dibangun. Ia menyumbangkan tanah untuk kepentingan pembangunan gedung pesantren seluas 1 hektar yang terletak sebelah timur Masjid Jamik desa Putukrejo.

Pembangunan gedung pesantren yang perdana ini menghabiskan waktu kurang lebih sekitar empat bulan. Saat peletakan pertama itulah nama pesantren ini diberikan langsung oleh kiai Yahya Syabrawi. ”Pondok ini, kamu beri nama Raudlatul Ulum II !”, demikian pesan pengasuh pertama pondok pesantren Raudlatul Ulum I Ganjaran itu kepada KH Qosim Bukhori sebagai pendiri dan pengasuh pertama, sebagaimana diceritakan oleh kiai Qosim Bukhori sendiri. “Saya ketika itu, sementara memang tidak berfikir tentang nama,” kata beliau.

Pada masa pembangunan ini, pondok pesantren yang juga dikenal dengan sebutan nama RU II itu telah memiliki jumlah santri yang cukup lumayan banyak, yaitu kurang lebih 60 santri. Karena memang, sebelum pembangunan gedung pesantren dimulai, kiai Qosim Bukhori telah menerima santri sekitar 45 orang yang berasal dari desa Putukrejo sendiri untuk dididik oleh beliau. Pendidikan awal yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya pondok pesantren RU II tersebut ditempatkan di rumah pertama beliau yang berada di sebelah utara gedung sekolah. Pengajaran yang ditangani langsung oleh beliau sendiri itu hanya meliputi pengajian Alqur’an dan dasar-dasar fikih.

Grafik santri yang terus menanjak, memaksa kiai Qosim Bukhori harus mengadakan rehabilitasi gedung pesantren RU II pada tahun 1984. Karena perkembangan jumlah santri pada tahun itu terus bertambah, membuat kamar hunian tidak lagi dapat menampung anak santri yang mencapai angka 150 orang. Tercatat sebagai salah satu santri pada angkatan ini adalah kiai Shiddiq dari Nelopo Bantur. Sedangkan rehabilitasi gedung pesantren tersebut dihadiri oleh Sayid Alwi Al-Idrus (seorang tokoh dari kalangan habaib dari kota Malang) dan para ulama dan tokoh masyarakat.

Beridiri dan perkembangan pesantren ini tentu saja direstui oleh segenap tokoh masyarakat desa Putukrejo, terutama Bapak H Mahmuji, sebagai seorang waqif dan penyandang dana pertama pembangunan gedung pesantren RU II. Pada tahun 2003, mantan Kepala Desa Putukrejo tersebut menambah waqof-nya kepada pesantren RU II berupa tanah persawahan seluas 2 hektar.

Semenjak tersedianya pesantren ini, KH Qosim Bukhori dalam hal pendidikan dibantu oleh Bapak Mudhoffar Cholipah M.Ag, seorang guru di madrasah Raudlatul Ulum Ganjaran. Bentuk pendidikan pada masa-masa awal itu hanya berupa pengajian bandongan kitab kuning yang baca oleh kiai Qosim Bukhori sendiri dan Bapak Mudhoffar. Menurut Bapak Mudhoffar, kiai Qosim Bukhori ketika itu membaca kitab Alfiyah, kitab yang berisi seribu nadzoman dalam masalah nahwu dan shorof, Fath al-Mu’in, sebuah kitab standar pesantren tentang fiqh ubudiyah dan muamalah. Sementara Bapak Mudhoffar sendiri ketika itu membaca kitab Al-Jurumiyah, sebuah risalah kecil pegangan santri pemula untuk mengenal ilmu nahwu.”Bahkan ketika itu saya sempat pamit pada KH Qoffal Syabrawi untuk mengajarkan kitab kecil Al-Jurumiyah kepada teman-taman santri di pondoknya kiai Qosim Bukhori. Kiai Qoffal itu memberi nasihat kepada saya bahwa harus hati-hati mengajarkan kitab Jurumiyah. Kitab semacam itu tidak mudah. Itulah kalau kiai zaman dahulu saking hati-hatinya, kitab yang selama ini kita anggap kecil tidak boleh dipandang remeh,” kisah Bapak kelahiran desa Putukrejo yang kini menetap di desa Panggungrejo itu.

Continue reading

All About Motivation


Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Anak. Setelah membahas mengenai Motivasi Belajar Anak Remaja dan kaitannya dengan Prestasi Belajar Anak, maka pada kesempatan ini saya juga akan menyampaikan beberapa tips atau cara untuk meningkatkan motivasi belajar anak. Karena begitu pentingnya motivasi belajar dalam proses perbaikan prestasi belajar, saya kira maka tips ini mungkin akan sangat bermanfaat.

Ada beberapa Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Anak dalam kegiatan belajar di sekolah, misalnya saja seperti yang diungkapkan A.M. Sardiman (2005:92-94), yaitu :

Continue reading

Menjadi Muslim Yang Bertaqwa


Mengumpulkan harta bukanlah bahagia, Bahagia diperoleh melalui takwa , Simpanan bekal yang terbaik adalah takwa , Allah menambah bahagia orang takwa

Pesan-pesan Takwa dalam Al Qur’an

Kata “takwa” termasuk salah satu diantara kata-kata agama yang banyak dikenal dan sering diucapkan. Dan Al Qur’an memberikan perhatian yang amat besar terhadap takwa. Kata takwa, dengan kata-kata jadiannya, dalam Al Qur’an terulang sebanyak 258 kali, dan 82 di antaranya terdapat kalimat perintah (imperative) untuk bertakwa. Karena begitu luasnya pembahasan tentang takwa, maka dalam tulisan yang terbatas ini saya hanya akan mengutip beberapa ayat saja, sebagai contoh, untuk memahami arti dan pesan-pesan takwa; walaupun ayat-ayat yang dikutip itu tidak atau belum mewakili makna keseluruhan dari pesan-pesan takwa yang terkandung dalam Al Qur’an.
Begitu esensinya takwa untuk kehidupan manusia dapat kita lihat dalam ajaran Al Qur’an dari uraian berikut ini. Al Qur’an menjelaskan kepada kita bahwa tujuan manusia diciptakan Allah adalah untuk mengabdi kepada-Nya, “Dan tiada Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mengabdi (menyembah) kepada Ku.” (Al Dzariyat, 51:56).
Ibadat berarti pengabdian atau penghambaan diri kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa. Karena itu, dalam pengertaiannya yang lebih luas, ibadat mencakup keseluruhan kegiatan manusia dalam hidup di dunia ini termasuk kegiatan “duniawi” sehari-hari, jika kegiatan itu dilakukan dengan sikap batin serta niat pengabdian dan penghambaan diri kepada Allah, yakni sebagai tindakan bermoral. Artinya makna dan tujuan keberadaan manusia ialah ‘perkenan’ atau ridha Allah SWT. Dan secara khusus ibadat juga menunjuk kepada amal perbuatan tertentu yang bersifat keagamaan yang disebut dengan ubudiyah, ritual atau ibadat murni, seperti shalat, puasa, dan lainnya. Continue reading

Belajar Kepada Tukang Bakso


sebuah renungan untuk intropeksi diri  

Sebuah  pengajian  yang  amat  khusyuk di sebuah masjid kaum terpelajar, malam  itu,  mendadak  terganggu  oleh suara dari seorang tukang bakso yang membunyikan  piring  dengan  sendoknya.  Pak Ustad sedang menerangkan makna khauf,  tapi  bunyi  ting-ting-ting-ting  yang  berulang-ulang  itu sungguh mengganggu  konsentrasi  anak-anak  muda  calon  ulil albab yang pikirannya sedang bekerja keras.

Sebuah  pengajian  yang  amat  khusyuk di sebuah masjid kaum terpelajar, malam  Apakah  ia berpikir bahwa kita berkumpul di masjid ini untuk berpesta bakso !” gerutu seseorang.
“Bukan  sekali  dua  kali  ini  dia  mengacau !” tambah lain-nya, dan disambung – “Ya, ya, betul !”
“Jangan marah, ikhwan….,” seseorang berusaha meredakan kegelisahan, “ia sekadar mencari makan …..”
“Jangan-jangan sengaja ia berbuat begitu! Jangan jangan ia minan-nashara !” sebuah suara keras.
Tapi  sebelum  takmir  masjid  bertindak sesuatu, terdengar suara Pak Ustad juga mengeras: “Khauf, rasa takut, ada beribu-ribu maknanya. Manusia belum akan mencapai  khauf  ilallah  selama  ia masih takut kepada hal-hal kecil dalam   hidupnya. Allah  itu  Mahabesar,  maka  barangsiapa  takut hanya kepada-Nya, yang lain-lain menjadi kecil adanya…” Continue reading

Emha Ainun Nadjib


Muhammad Ainun Nadjib atau yang biasa di kenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun (lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 58 tahun) adalah seorang tokoh intelektual yang mengusung napas Islami di Indonesia. Ia merupakan anak keempat dari 15 bersaudara. Pendidikan formalnya hanya berakhir di Semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Darussalam Gontor karena melakukan ‘demo’ melawan pimpinan pondok karena sistem pondok yang kurang baik pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian pindah ke Yogya dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi.

Lima tahun hidup menggelandang di Malioboro, Yogyakarta antara 19701975 ketika belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha. Continue reading